SERANG, (MBN) – Guna mendorong kesiap-siagaan Jajaran pegawai, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Banten memberikan Bimbingan Teknis Tanggap Darurat dan Mitigasi Bencana. Bimbingan teknis ini dilakukan untuk mempertajam kepekaan Jajaran terhadap bencana dan memberikan petunjuk teknis jalur yang harus dilalui jikalau terjadi bencana.
“Apel pagi ini bukanlah apel pagi biasa, namun dirangkap dengan pembukaan Bimbingan Teknis Tanggap Darurat dan Mitigasi Bencana. Bimbingan teknis tim tanggap darurat ini bukan saja kebutuhan untuk divisi pemasyarakatan namun juga divisi administrasi, divisi keimigrasian dan divisi pelayanan hukum dan HAM,” ujar Kepala Kantor Wilayah Tejo Harwanto saat menjadi pembina apel pagi sekaligus membuka bimbingan teknis, Rabu (20/07/2022).
Jikalau melihat filosofi dari bencana itu sendiri, terdapat dua jenis bencana yaitu bencana yang tidak dapat diprediksi, yang berasal dari Tuhan Yang Maha Esa, dan bencana yang terjadi karena kelalaian manusia. “Bencana yang tidak dapat diprediksi yang berasal dari Tuhan, yang sudah saya alami sendiri di Banten adalah bencana puting beliung, dan Gempa bumi sedangkan yang berasal dari manusia misalnya adalah banjir dan kebakaran,” jelasnya
Dalam literasi, diketahui bahwa dalam tanggap darurat bencana terdapat tiga hal yang kondisi penting yang harus menjadi perhatian. Pertama adalah pra bencana, saat terjadi bencana, dan terakhir pasca bencana. Pra bencana adalah situasi yang sudah harus kita persiapkan sewaktu-waktu terjadi bencana, untuk itu, perlu dibuat titik poin kumpul. Titik poin kumpul ini sudah menjadi bagian dari menjalankan pra bencana
Kedua saat terjadi bencana, kondisi ini yang paling krusial. Tejo harwanto menyebut, untuk itulah bimbingan teknis ini dilakukan sehingga jajaran Kantor Wilayah Kemenkumham Banten dapat memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk menghadapi bencana.
Terakhir adalah pasca bencana. Pada kondisi inilah harus dilakukan pemulihan kondisi korban bencana, harus adanya pusat informasi yang dapat dihubungi untuk mengetahui jumlah korban, kondisi korban, dan identitas korban (jika terdapat korban jiwa).
Tejo harwantopun tidak memungkiri bahwa setiap kegiatan memerlukan sarana dan prasarana, pun dalam menanggapi bencana memerlukan sarana dan prasarana yang menunjang hal tersebut. Salah satu contohnya seperti harus tersedianya Alat Pemadam Api Ringan (APAR) di titik-titik tertentu di kantor.
“Saya berharap dari tim tanggap bencana ini dapat memahami mulai dari awal deteksi bencana hingga proses pasca bencana. Tidak dapat dipungkiri, untuk dapat memahami dan memiliki kemampuan tersebut, bimtek ini tidak dapat hanya dilakukan satu kali saja. Mudah-mudahan bimbingan teknis ini menjadi salah satu penambah pengetahuan dan keterampilan semua pegawai yang nantinya dapat berguna,” pungkasnya (Humas Kanwil Banten)