PANDEGLANG, (MBN) – Sidang ketiga terdakwa MNW dihadapkan Kejaksaan Negeri Pandeglang di Pengadilan Negeri Pandeglang, bertempat di Ruang Sidang Prof. Dr. Kusumah Atmaja Pengadilan Negeri Pandeglang, Rabu (29/12/2021).
Pada sidang ketiga tersebut dipimpin Majelis Hakim yaitu Hakim Ketua Indira Patmi, didampingi Hakim Anggota Agung Darmawan dan Hakim Anggota Eva Qoriziqiah.
Dari Kejaksaan Negeri Pandeglang yaitu Jaksa Penuntut Umum (JPU) Yuliawati Satradisurya dan JPU Hendra Melyana.
Usai sidang tersebut, disampaikan Humas Pengadilan Negeri Pandeglang Eswin Sugandhi mewakili 3 Hakim tersebut, untuk sidang keempat selanjutnya dari Kejari Pandeglang akan menghadirkan saksi dan ahli. Pada hari Rabu tanggal 5 Januari 2022 sidang keempat.
Lanjut Eswin, untuk terdakwa MNW saat ini masih ditahan di Rutan Pandeglang oleh Kejaksaan Negeri Pandeglang. Lalu, dari Hakim Ketua dan Hakim Anggota masih belum menentukan pasal apa yang pasti disangkakan kepada terdakwa MNW, apakah pakai Pasal 372 KUHP atau pakai Pasal 36 UU Fidusia
“Hakim Ketua dan Hakim Anggota belum menentukan secara pasti pasal mana yang dikenakan kepada terdakwa MNW, saat ini terdakwa MNW masih ditahan di Rutan Pandeglang oleh Kejaksaan Negeri Pandeglang,” terang Eswin.
UU Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.
Pasal 36 UU Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Fidusia, “Pemberi Fidusia yang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) yang dilakukan tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Penerima Fidusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp 50.000.000 (lima puluh juta) rupiah.”
Pasal 372 KUHP, “Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah”.
Menurut, kuasa hukum terdakwa MNW Advokat Ujang Kosasih, S.H, dari dugaan kriminalisasi atas diri terdakwa MNW yang saat ini ditahan, menurut pandangan hukum saya selaku penasehat hukum terdakwa MNW, Jaksa Agung harus menggunakan kewenangannya, dalam proses penuntutan lembaga Kejaksaan dikenal adanya asas oportunitas p yang menjadi tugas dan kewenangannya oleh Jaksa Agung sebagai proses tidak menuntut / mengesampingkan perkara pidana kemuka persidangan, Jaksa Agung memang diberi kewenangan untuk mengesampingkan perkara demi kepentingan umum, paling tidak tercermin dalam Pasal 35 huruf C UU Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia,
kasus terdakwa MNW termasuk kepentingan umum karena menyangkut masyarakat konsumen di seluruh Indonesia.
Pasal 4 UU Fidusia berbunyi: Jaminan Fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi.
Pasal 21 UU Fidusia, pada ayat (1) berbunyi : Pemberi Fidusia dapat mengalihkan benda persediaan yang menjadi objek Jaminan Fidusia dengan cara dan prosedur yang lazim dilakukan dalam usaha perdagangan. Lalu pada ayat (2) berbunyi : Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku, apabila telah terjadi cidera janji oleh debitor dan atas Pemberi Fidusia pihak ketiga. Kemudian, pada ayat (3) berbunyi : benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia yang telah dialihkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib diganti oleh Pemberi Fidusia dengan objek yang setara. Dan pada, ayat (4) berbunyi : Dalam hal Pemberi Fidusia cidera janji, maka hasil pengalihan dan atau tagihan yang timbul karena pengalihan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), demi hukum menjadi objek Jaminan Fidusia pengganti dari objek Jaminan Fidusia yang dialihkan.
Menurut, kuasa hukum kedua terdakwa MNW Advokat T. M. Luqmanul Hakim, S.H., M.H., pada Pasal 21 Ayat 3 berbunyi benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia yang telah dialihkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib diganti oleh Pemberi Fidusia dengan objek yang setara. Jelas ada kaitan erat pada Pasal 4 dan Pasal 21 UU Fidusia.
“Barang bukti yang dihadirkan JPU salah satunya akta fidusia dan sertifikat jaminan fidusia. Kedua surat tersebut ada karena sebelumnya ada perjanjian hutang piutang lihat Pasal 4 UU Fidusia, yang jelas masuk UU Fidusia bersifat khusus berasaskan Lex Specialis, bukan ketentuan umum berasaskan Lex Generalis. Kalau begitu seharusnya terdakwa disangkakan Pasal 36 UU Fidusia dong. Bukan, malahan Pasal 372 KUHP yang disangkakan,” ujar Luqmanul Hakim.
Luqmanul Hakim menegaskan lagi, Lex Specialis Derogat Legi Generali adalah asas penafsiran hukum yang menyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus (Lex Specialis) mengesampingkan hukum yang bersifat umum (Lex Generalis). Juga dijelaskan didalam ketentuan Pasal 63 ayat (2) KUHP berbunyi : Jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang diterapkan.
“Nah, seharusnya para pelaku usaha / leasing pembiayaan, kalau ada kasus seperti yang mirip dialami klien saya, maka pihak leasing pembiayaan harus melakukan gugatan, begitu dong. Jangan malahan langsung datang ke Polsek atau Polres untuk bikin laporan LP, kan jelas lho, kalau ini ranah perdata awalnya ada perjanjian hutang piutang, ada akta fidusia dan sertifikat jaminan fidusia, bukan ranah pidana umum. Kalau ranah UU Fidusia selesaikanlah di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) itu yang benar jalurnya. Dari BPSK baru bisa arah ke Pengadilan Negeri gugat secara perdatanya, karena jelas klien kami telah lalai atau ingkar janji, ya semestinya di gugatan wanprestasi,” jelas Advokat Luqmanul Hakim. (Goes)