SERANG, (MBN) – Sejumlah massa yang tergabung dalam Aliansi Sebelas, mendesak Bupati Serang, Ratu Tatu Chasanah untuk bertindak tegas terkait pelanggaran izin lokasi Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) 35.421.02, Kecamatan Pontang. Hal tersebut tersebut disampaikan mereka dalam aksi demontrasi di depan Kantor Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Serang dan Kantor Bupati Serang, Selasa (19/9/23).
Disampaikan Heru Priatna, Kordinator Lapangan pada aksi tersebut, sejak terakhir dipanggil oleh DPMPTSP Kabupaten Serang pada tanggal 6 Juli 2022, dan diminta agar menunda pengoperasiannya. Kata Heru, penundaan tersebut diminta DPMPTSP, karena letak titik bangunan SPBU tidak sesuai dengan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Nomor 645/2779/SIMB DPMPTSP/2021. “Tapi pengelola SPBU Pontang tetap membandel dan terus menjalankan usahanya hingga kini,” ucpanya.
Dilanjutkannya, terhitung sudah lebih dari satu tahun, pembangkangan yang dilakukan oleh pengelola SPBU berjalan, DPMPTSP seolah tutup mata. Padahal, tambahnya, tidak sedikit masyarakat yang telah memberikan informasi terkait pembangkangan SPBU Pontang itu, namun tidak ada tindakan tegas sama sekali dari DPMPTSP. “Begitupun Satpol PP Kabupaten Serang, dengan alasan tidak mendapat surat dari DPMPTSP, Instansi penegak perda sekaligus penjaga wibawa pemerintah ini, hanya diam saja atas pelanggaran itu,” tuturnya.
Karena itu, tambah Heru, pihaknya meminta kepada Bupati Serang, Ratu Tatu Chasanah untuk berani melakukan tindakan tegas atas pembangkangan yang dilakukan PT Pratama Edwin Mandiri (PEM). selaku pengelola SPBU 35.421.02 Pontang. Dia juga mendesak, kepada Bupati Serang untuk melakukan pembongkaran terhadap Bangunan SPBU itu. “Keberadaan SPBU ini tidak ada manfaatnya bagi pendapatan daerah, karena Bapenda Kabupaten Serang, tidak dapat menarik retribusi dari SPBU Pontang. Ini telah kami konfirmasi kepada beberapa pejabat di intasi terkait,” ungkapnya.
Sementara itu Syamsuddin, Kepala DPMPTSP Kabupaten Serang, saat menerima perwakilan demonstran, mengakui, adanya pelanggaran yang dilakukan oleh pengelola SPBU Pontang. Kata dia, pihaknya sudah banyak mendapatkan informasi terkait beroperasinya SPBU tersebut.
“Sebenarnya pelanggaran ini bukan hanya dilakukan oleh SPBU Pontang saja, tapi juga oleh SPBU di Padarincang. Tapi kan kita tidak bisa langsung melakukan penindakan atas pelanggaran itu. Ada prosedur yang harus kami tempuh, sebelum melakukan penindakan. Saya kan punya atasan (Bupati-red),” ucapnya.
Menurutnya, masalah SPBU Pontang ini sudah seperti program studi, sebab hampir tiap enam bulan, setahun, selalu ada LSM atau Aliansi yang mempermasalahkan hal tersebut. Hanya saja, tambahnya, lembaga ataupun aliansi tidak konsisten dalam aksinya. “Saya bukan hanya sekali ini saja menerima aliansi seperti ini. Langsung adem, tidak ada kelanjutannya,” kata Syamsuddin, seolah menyindir demonstran yang hadir.
Menurutnya, ketidakonsistenan para aktivis dalam melakukan penolakan, dikarenakan telah terjadi kesepakatan tertentu dengan pengelola SPBU. Para aktivis tersebut, kata dia, ada yang diberikan usaha oleh pengelola SPBU, berupa jual beli gas ataupun kesepakatan lainnya, sehingga tidak melanjutkan aksinya. “Saya sudah bilang ke pengelola bahwa itu tidak baik. Seharusnya benahi dulu izin dasarnya, agar tidak terulang lagi aksi-aksi penolakan lainnya,” kata Syamsuddin.
(Red)