LEBAK (MBN) – Jaenudin, Kasi pemerintahan Desa Sumberwaras Kecamatan Malingping Kabupaten Lebak, tidak membantah jika saat ini di desanya banyak wajib pajak yang SPPT-nya tidak dicetak oleh Bapenda, padahal mereka setiap tahun aktif membayar pajak bumi dan bangunan (PBB) melalui kolektor desa.
Jaenudin menegaskan, hal itu terjadi bukan semata-mata karena pihaknya tidak melakukan penginputan Nomor Objek Pajak (NOP) sebagaimana yang ditudingkan oleh pihak Bapenda Lebak, namun ia menduga ada beberapa faktor lain di luar kewenangan desa yang turut menjadi penyebabnya. Dengan demikian Jaenudin meminta agar piahak Bapenda tidak seolah menyudutkan desa dalam persoalan ini.
Jaenudin menerangkan, dari tahun 2019 ke belakang, pihaknya setiap tahun setor pajak melalui kolektor kecamatan, dan pihak kecamatanlah yang menyetorkan ke Bank BJB.
Adapun yang diserahkan oleh kolektor desa ke kolektor kecamatan, adalah sobekan atau potongan SPPT sesuai dengan jumlah uang yang diserahkan.
Setelah pihaknya menyetor uang dan sobekan SPPT, lanjut Jaenudin, pihak desa tidak tahu menahu lagi. Namun ia sempat mengira, sebelum setor ke Bank, kolektor kecamatan terlebih dulu menginput NOP pada sobekan SPPT yang diserahkan oleh pihaknya itu.
“Dari 2019 ke belakang kita tidak melakukan penginputan NOP, karena tidak ada permintaan baik dari pihak Bapenda maupun pihak kecamatan. Terlebih tidak pernah muncul masalah, karena selama itu (tahun 2019 ke belakang) seluruh SPPT milik wajib pajak, baik yang sudah dibayar maupun tidak bayar tetap dicetak oleh Bapenda,” katanya.
Lebih lanjut Jaenudin membeberkan, pada tahun 2019, dari Poktap Rp.92.350.147, uang pembayaran PBB yang didapat dari subjek pajak menurutnya hanya sebesar Rp.52.500.000. Kemudian uang itu diserahkan ke kolektor kecamatan.
Alhasil pada tahun 2020, jumlah SPPT yang dikeluarkan Bapendapun sesuai dengan pembayaran tahun 2019, yakni dari total 2549 lembar SPPT, yang dikeluarkan hanya sekitar 1699 lembar.
Kemudian, lanjut Jaenudin, pihak desa diperintahkan agar menginput NOP, karena pada 2020 penyetoran pajak sudah tidak melalui kolektor kecamatan lagi, melainkan pihak desa langsung menyetor ke Bank BJB.
“Karena diperintahkan, maka di 2020 kita mulai menginput NOP. Dari Poktap senilai Rp.52. 500.000, uang tagihan yang kita dapatkan dari subjek pajak hanya sekitar Rp30 jutaan. Kemudian kita setorkan ke bank BJB disertai dengan NOP yang sudah diinput,” terangnya.
Namun setelah itu, lanjut Jaenudin, pihaknya merasa ada yang janggal, pasalnya SPPT yang dicetak oleh Bapenda pada tahun 2021 tidak sesuai dengan setoran tahun 2020, padahal pihaknya setor ke Bank BJB sudah sesuai dengan NOP yang diinput.
“Jumlah SPPT yang dicetak Bapenda pada 2021 malah sama dengan jumlah SPPT yang dicetak pada 2020, yakni 1699 lembar, kalau sesuai pembayaran, seharusnya kan berkurang, karena kita hanya bayar Rp30 juta, bukan Rp52,5 juta,” paparnya.
Menurut Jaenudin, berdasarkan informasi dari rekan-rekan Perades, hal ini bukan hanya terjadi di Sumberwaras saja, melainkan ada di beberapa desa lainnya di Kecamatan Malingping. “Maka kami meminta kepada pihak Bapenda agar tidak seolah menyudutkan pihak desa dalam persoalan ini, karena faktanya seperti itu,” ujar Jaenudin.
Diberitakan sebelumnya, Staf Bapenda 2 Wilayah Selatan pada Bapenda Lebak Triyana mengaku selama beberapa bulan terakhir ini pihaknya kerap didatangi wajib pajak yang komplen lantaran SPPT mereka tidak dicetak oleh Bapenda pada tahun 2020 dan 2021. Padahal para wajib pajak itu mengaku selalu taat atas pembayaran pajak bumi dan bangunan (PBB) alias tidak pernah nunggak.
Setelah dilakukan penelusuran, kata Triyana, hal itu terjadi karena pihak desa selaku kolektor PBB, saat melakukan pembayaran pajak, baik secara langsung ke Bank maupun melalui kolektor Kecamatan, tidak berdasarkan Nomor Objek Pajak (NOP) yang sudah membayar.
“Seharusnya, saat masyarakat bayar pajak, NOP-nya itu dicatat dan diinput oleh pihak desa. Nanti saat bayar ke bank atau melalui kecamatan, pembayarannya sesuai NOP yang sudah diinput,” katanya kepada wartawan di Malingping, Jumat 25/6/2021.
Namun yang terjadi selama ini, lanjut Triyana, pihak desa (yang mengalami masalah PBB) disinyalir tidak pernah menginput NOP tersebut. Alhasil saat melakukan pembayaran ke bank atau melalui kolektor kecamatan, pihak desa hanya menyetorkan uang dan seluruh nomor objek pajak yang ada di desanya.
“Seharusnya yang disetorkan ke bank itu NOP yang sudah bayar saja, tidak semuanya. Akhirnya pihak bank pun tidak mau ambil pusing, mereka memasukan pembayaran sesuai dengan urutan NOP,” terangnya.
Penulis : Nurjaya Ibo