CILEGON,- (MBN),- Banyak sekali ragam tradisi yang berhubungan dengan ziarah kubur, salah satunya menyirami pusaran dengan air dan bunga. Terlebih ketika akan datang saat bulan ramadhan tradisi ziarah kubur tersebut sudah biasa dilakukan oleh kaum muslimin demi untuk mendoakan keluarga atau para Auliya yang sudah meninggal terlebih dahulu.
Tentang dasar hukum berbagai tradisi tersebut telah sering disebutkan. Diantaranya dasar hukum menyiram kuburan dengan air dingin ataupun air wewangian (bunga). Imam Nawawi al Bantani dalam kitab Nihayatu az-Zain menerangkan bahwa hukum menyiram kuburan dengan air dingin adalah sunnah. Tindakan ini merupakan sebuah tafa’ul pengharapan agar kondisi mereka yang dalam kuburan tetap dingin.
Sementara dari kelompok minoritas yg tidak percaya Qiyas (Analogi) mengatakan hal itu adalah perbuatan Bid’ah dan tidak boleh dianalogikan dengan apa yang dilakukan Rasulullah. Hal ini sebenarnya pernah di lakukan Rasulullah saw.
” أن النبي ( صلى الله عليه وسلم ) رش على قبر ابراهيم ابنه ووضع عليه حصباء ”
“Sesungguhnya Nabi Muhammad saw menyiram (air) di atas kubur Ibrahim, anaknya, dan meletakkan kerikil diatasnya.”Begitu juga dengan menaburkan bunga di atas pusara. Hal ini dilakukan dalam rangka Itiba’ (mengikuti) sunnah Rasulullah”.
Dari Ibnu Umar, ia berkata; Suatu ketika Nabi melewati sebuah kebun di Makkah dan Madinah lalu Nabi mendengar suara dua orang yang sedang disiksa di dalam kuburnya. Nabi bersabda kepada para sahabat.
“Kedua orang (yang ada dalam kubur ini) sedang disiksa. Yang satu disiksa karena tidak memakai penutup ketika kencing, sedang yang lainnya lagi karena sering mengadu domba”.
Kemudian Rasulullah menyuruh sahabat untuk mengambil pelepah kurma, kemudian membelahnya menjadi dua bagian dan meletakkannya pada masing masing kuburan tersebut. Para sahabat lalu bertanya, kenapa engkau melakukan hal ini ya Rasul?.
Rasulullah menjawab : “Semoga Allah meringankan siksa kedua orang tersebut selama dua pelepah kurma ini belum kering.”
(Hr. Bukhari,an Nasai’).
Mayoritas ulama Safe’iyyah mengatakan bahwa hadits di atas bersifat mutlak dan umum, sehingga dibolehkan bagi siapa saja untuk meletakkan pelepah kurma atau pun bunga² dan semua tumbuh-tumbuhan yang masih segar di atas kuburan. Bahkan sebagian dari mereka mengatakan hal itu dianjurkan. Ini pendapat sebagian ulama Syafi’iyah.
Disunnahkan untuk menyirami kuburan dengan air yang dingin. Perbuatan ini dilakukan sebagai pengharapan dengan dinginnya tempat kembali (kuburan) dan juga tidak apa-apa menyiram kuburan dengan air mawar meskipun sedikit, karena malaikat senang pada aroma yang harum. (Nihayatuz Zain).
Lebih ditegaskan lagi dalam kitab I’anah at-Thalibin :
Disunnahkan meletakkan pelepah kurma yang masih hijau di atas kuburan, karena hal ini adalah sunnah Nabi Muhammad saw. dan dapat meringankan beban si mayat karena barokahnya bacaan tasbihnya bunga yang ditaburkan dan hal ini disamakan dengan sebagaimana adat kebiasaan, yaitu menaburi bunga yang harum dan basah atau yang masih segar.
Berkata Imam ar-Ramli di dalam Nihayah al-Muhtaj : “Dianjurkan meletakkan pelepah kurma yang masih hijau di atas kubur, karena mengikuti Rasulullah. Begitu pula bunga yg harum dan lainnya, yang terdiri dari tumbuh-tumbuhan yang basah”.
Sebenarnya tidak harus bunga, pelepah atau ranting- ranting pun boleh, yang penting masih basah atau segar. Hal ini senafas dengan surat At-Taghabun ayat 1:
يسَبّح لِلّهِ ما في السّموات وَ ما في اْلأَرْض
Bahwa semua makhluk, termasuk hewan dan tumbuhan, bertasbih kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala”.
Akan tetapi, mengenai cara masing-masing membaca tasbih, hanya Allah saja yang mengetahuinya. Dan terkait dengan tabur bunga tadi, sebaiknya memilih bunga-bunga yang masih segar agar bisa memberi “manfa’at” bagi si mayit, sebab bunga-bunga tadi akan bertasbih kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Hal ini berdasar pada, pertama penjelasan dari kitab Kasyifatus Syubhat, bahwa disunnahkan meletakkan pelepah daun yang masih hijau di atas kubur/makam karena mengikuti sunnah Nabi (hadits ini sanadnya shahih). Dijelaskan bahwa pelapah seperti itu dapat meringankan beban si mayit berkat bacaan tasbihnya. Untuk memperoleh tasbih yang sempurna, sebaiknya dipilih daun yang masih basah atau segar.
Analog dengan meletakkan pelepah tadi ialah mencucurkan bunga atau sejenisnya. Pelepah atau bunga yang masih segar tadi haram diambil karena menjadi hak si mayit. Akan tetapi, kalau sudah kering, hukumnya boleh lantaran sudah bukan hak si mayit lagi (sebab pelapah, bunga, atau sejenisnya tadi sudah tidak bisa bertasbih).
Jika di awal hadist riwayat dari Ibnu Umar,
maka Ibnu Hibban meriwayatkan dari Abu Hurairah degan redaksi kalimat :
“Kami berjalan bersama Nabi melewati dua makam, lalu beliau berdiri di atas makam itu, kami pun ikut berdiri. Tiba-tiba beliau menyingsingkan lengan bajunya, kami pun bertanya: ‘Ada apa ya Rasul?
Beliau menjawab: ‘Apakah kau tidak mendengar?’ Kami menjawab heran: Tidak, ada apa ya Nabi?
Beliau pun menerangkan: ‘Dua lelaki sedang disiksa di dalam kuburnya dengan siksa yg pedih dan hina.’ Kami pun bertanya lagi: Kenapa bisa begitu ya RasuI?
Beliau menjelaskan: ‘Yang satu, tidak bersih kalau membasuh bekas kencing; dan satunya lagi suka mencaci orang lain dan suka mengadudomba.’ “Rasulullah lalu mengambil dua pelapah kurma, diletakkan di atas kubur dua lelaki tadi. Kami kembali bertanya Apa gunanya ya Rasul? Beliau menjawab: ‘Gunanya untuk meringankan siksa mereka berdua selagi masih basah.’
(I’anatut Thalibin Juz Il).
والله اعلم
Penulis : Sirojulfahmi
Penggiat : Jaringan Nahdliyyin