Mitra Banten News | JAKARTA – Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran (Unpad), Yudi Nurul Ihsan mengapresiasi kebijakan Menteri Keluatan dan Perikanan (MKP), Sakti Wahyu Trenggono yang concern dengan pengembangan budidaya lobster karena memiliki peranan penting dalam mendukung perekonomian nasional, keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat pesisir.
Menurut Yudi, upaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menjalin kerjasama dengan sejumlah pihak yang memiliki teknologi yang lebih canggih dalam pembudidayaan lobster tentu berimplikasi pada transfer teknologi yang pada akhirnya memberikan manfaat secara ekonomi bagi pembudidaya.
Sebagai negara maritim dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia, Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan sektor perikanan dan budidaya laut. Lobster, sebagai salah satu komoditas unggulan, memiliki nilai ekonomis yang tinggi di pasar domestik maupun internasional.
“Pihak yang melaporkan Pak Menteri Sakti Wahyu Trenggono itu tidak concern dengan budidaya hingga kebijakan KKP yang menggandeng pihak luar negeri dinilai hanya berkedok. Seyogyanya melakukan cek and recheck dengan lebih baik, sehingga tidak memberikan pernyataan yang sifatnya asumsi. KKP melalui pernyataannya justru concern dengan budidaya, sehingga ekspornya pakai kuota agar terukur. Nah, narasi asumtif yang tak mendasar jika diulang-ulang akan jadi opini, kemudian bergeser ke persepsi yang seolah-olah itu benar. Padahal itu asumtif yang tak mendasar. Untuk itu, harus diluruskan, jangan asal ucap,” jelas Yudi kepada wartawan, Kamis 18 Juli 2024.
Lebih lanjut, Guru Besar Unpad dalam bidang Ekologi Laut Tropis dan Perikanan ini menyambut positif aksi KKP yan menyetorkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp3,6 miliar ke kas negara dari budi daya benih bening lobster (BBL) di dalam negeri.
PMO 724 dan Permen KP Nomor 7 Tahun 2024
Berkaitan dengan itu, Yudi menilai capaian ini tidak lepas dari upaya proses transformasi pengelolaan lobster dengan membentuk Project Management Office (PMO) 724 yang landasan hukumnya bersumber dari Permen KP Nomor 7 tahun 2024.
Diakui Yudi, PMO 724 ini mengawal proses pembenahan pengelolaan BBL dari hulu sampai dengan hilir seperti pelaksanaan langkah operasional penerapan kebijakan pengelolaan lobster, koordinasi antar lembaga terkait dalam implementasi kebijakan dan program yang mendukung tata kelola lobster berkelanjutan, pemantauan dan evaluasi aktivitas penangkapan Benih Bening Lobster (BBL) dan pembudidayaan lobster serta penyuluhan dan komunikasi kepada stakeholder tentang pentingnya menjaga keberlanjutan perikanan lobster.
Yudi memandang adanya regulasi ini sebagai ikhtiar KKP dalam memperkuat regulasi pengembangan budidaya lobster.
“Adanya PMO ini menjawab tudingan pihak-pihak tertentu yang selama ini mengatakan regulasi lemah dan sebagainya, hanya berorientasi profit, nah PMO itu jawabannya,” jelasnya.
Berbicara soal kerjasama budidaya lobster dengan pihak asig, Yudi menjelaskan, kerjasama inilah yang membawa prospek cerah pada pengembangan budidaya lobster, serta memperbesar peluang Indonesia menjadi bagian dari rantai pasok lobster dunia.
“Melalui kerjasama ini akan memberikan peluang masuknya investasi di sektor perikanan melalui pengelolaan lobster yang progressive. Kedua belah pihak akan mendapat manfaat sebagai dua negara yang memiliki peran sentral dalam pengelolaan lobster melalui potensi yang dimiliki masing masing negara dan berpeluang menjadi pemain utama dalam global supply chain lobster,” ujarnya.
Menurutnya, kolaborasi perikanan yang dibangun KKP dengan Kementerian Pertanian dan Pembangunan Pedesaan di salah satu negara Asean itu akan mendorong pengelolaan lobster di tanah air melalui pendekatan ekologi, ekonomi, dan sosial secara seimbang dan berkelanjutan.
Bahkan, Yudi bilang masyarakat pembudidaya bakal diuntungkan dengan adanya transfer teknologi khususnya dalam penyediaan pakan lobster. Pakan inilah yang selama ini menjadi kendala utama yang dihadapi para pembudidaya lobster di berbagai daerah Indonesia.
Apresiasiasi kepada Ditjen PSDKP
Dekan Fakultas Pertanian Unpad ini juga mengapresiasi Ditjen PSDKP yang tak kenal Lelah menggagalkan aksi penyelundupan BBL.
Langkah Dirjen PSDKP, Pung Nugroho Saksono yang menggandeng TNI Angkatan Laut dan kepolisian, Bea Cukai, dan Badan Keamanan Laut sebagai kolaborasi apik oleh lintas aparat untuk menjaga aset negara, yakni BBL.
Apalagi harga yang menggiurkan, Yudi yang meminjam kata Dirjen PSDKP bahwa bibit lobster itu dijuluki sebagai “narkoba hidup” adalah benar, karena harga benih lobster mempunyai harga yang cukup tinggi dan jumlah sumber daya BBL di Indonesia sangat banyak.
Terakhir, Yudi mengajak semua pihak agar tidak memberikan pernyataan asumtif terkait kebijakan KKP. (Kelana Peterson)