JAKARTA, (MBN) — Suara keras muncul dari Indonesian Royalty Watch (IRW) LIRA (Lumbung Informasi Rakyat) terhadap perusahaan swasta (PT.Lantera Abadi Solutama) yang mau memonopoli penagihan royalti para pencipta lagu, tapi ujung-ujungnya pembuatan sistim penagihan US 20 juta dibebankan kepada para pencipta lagu.
“Sebaiknya LMKN (Lembaga Manajemen Kolektif Nasional) putuskan kontrak dengan PT. Lantera Abadi Solutama (LAS) karena tidak produktif. Selain itu agar LMKN tidak tersandera oleh kebijakan pengurus LMKN sebelumnya yang diduga sarat KKN,” tegas Ketum IRW LIRA, Jusuf Rizal kepada media di Jakarta.
Pembahasan tentang PT. LAS muncul saat IRW LIRA menerima Pengurus LMKN, antara lain Ketua Komisioner, Darma Oratmangun, Jon Maukar, serta Yessy di Kantor IRW LIRA di Cibubur Jakarta. Sejumlah pengurus IRW LIRA, Erens F.Mangalo, Richard Kyoto, Yoni Lubis, Ryan Kyoto, Sambobo, dll turut hadir.
Menurut pria penggiat anti korupsi, Jusuf Rizal, pihaknya telah melihat keberadaan Konsorsium PT. LAS yang sudah seperti kartel. Perusahaan tersebut sahamnya dimiliki oleh sembilan perusahaan antara lain PT. Mata Air Solusi, PT. Chairul Swarga Abadi, PT. Septa Daya Indotama, PT. Eka Sakti Sejahtera, PT. Centra Selaksa A, PT. Srikandi Mandiri Kreatif.
Kemudian masih ada perusahaan pemegang saham yaitu PT. Chakra Swarga Abadi. Yang mencengangkan ada nama Anang Hermansyah di PT. Sugih Reksa Indotama. Lebih menarik lagi ada keluarga Mantan Wapres HM.Jusuf Kalla, Musjvirah Jusuf Kalla di PT. Tigadaya Semesta di dalam konsorsium PT. LAS
Melihat adanya keterlibatan penyanyi dan mantan anggota DPR RI, Anang Hermansyah, mantan suami Kris Dayanti serta keluarga HM. Jusuf Kalla, Musjvirah Jusuf Kalla, IRW LIRA mencium adanya oligarki ingin menguasai penagihan royalti para pencipta lagu.
Berdasarkan analisa IRW LIRA, potensi royalti Indonesia bisa mencapai ratusan trilyun jika dikelola secara benar, baik dan transparan. Potensi besar itu, bisa diperoleh baik melalui Performing Right (Pertunjukan) maupun Mechanical Right (media sosial).
“Nah, jika dimonopoli PT. LAS , namun untuk membangun sistim dibebankan ke Hak Ekonomi Pencipta Lagu, sebesar US 20 juta, tentu itu merugikan para pencipta lagu. Mereka keberatan. Jadi IRW LIRA sarankan LMKN putus kontrak dengan PT. LAS,” tegas pria berdarah Madura-Batak itu.
IRW LIRA mengusulkan agar pengelolaan tagihan royalti para pencipta lagu cukup satu pintu yaitu LMKN. Dan IRW LIRA siap mensupport jaringan diberbagai daerah secara profesional. Bagi pihak-pihak yang melanggar proses hukum, baik Perdata maupun Pidana.(Kelana Peterson/Ril)