Mitra Banten News | SERANG – Ketua Dewan Pimpinan Daerah Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI), Jerry Nababan menilai bahwa revisi terhadap Undang-Undang Kejaksaan dan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) sebaiknya ditunda karena belum ada urgensi untuk melakukan perubahan tersebut.
Sebagai pengamat hukum, Jerry menegaskan bahwa revisi undang-undang harus didasarkan pada kebutuhan mendesak dan kajian mendalam, bukan sekadar kepentingan politis atau administratif semata.
“Saat ini, belum ada urgensi yang jelas untuk merevisi UU Kejaksaan dan RUU KUHAP. Perubahan undang-undang seharusnya dilakukan hanya ketika ada kebutuhan mendesak untuk memperbaiki sistem yang ada atau menyesuaikan dengan perkembangan hukum yang signifikan. Tanpa dasar yang kuat, revisi ini justru berpotensi menimbulkan masalah baru dalam sistem peradilan pidana kita,” ujar Jerry Nababan dalam keterangannya, Minggu (9/2/2025).
Jerry menyoroti beberapa poin kritis dalam revisi tersebut, termasuk ketentuan yang mengharuskan izin dari Jaksa Agung untuk melakukan pemeriksaan terhadap jaksa. Menurutnya, ketentuan ini berpotensi mengganggu independensi dan akuntabilitas dalam penegakan hukum.
“Ketentuan semacam ini dapat menciptakan celah bagi penyalahgunaan wewenang dan mengurangi transparansi dalam proses penegakan hukum. Ini bertentangan dengan prinsip akuntabilitas yang seharusnya dijunjung tinggi,” tegasnya.
Selain itu, Jerry juga mengkritik pasal yang memungkinkan jaksa melakukan penyelidikan dan penyidikan sendiri, serta mengintervensi penyidikan oleh Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Ia menilai hal ini dapat menimbulkan konflik kepentingan dan mengancam prinsip pemisahan kekuasaan dalam sistem peradilan pidana.
“Pemisahan kekuasaan antar lembaga penegak hukum adalah prinsip dasar yang harus dijaga. Intervensi yang tidak proporsional hanya akan menciptakan tumpang tindih wewenang dan merusak integritas sistem peradilan,” tambahnya.
Jerry juga menekankan pentingnya memastikan bahwa revisi KUHAP tetap sejalan dengan prinsip fair trial dan perlindungan hak asasi manusia (HAM).
“Setiap perubahan dalam KUHAP harus memastikan bahwa hak-hak tersangka dan terdakwa terlindungi. Selain itu, revisi ini harus mencegah penyalahgunaan wewenang oleh aparat penegak hukum dan menyesuaikan dengan dinamika masyarakat saat ini,” ujarnya.
Ia mengapresiasi masukan dari berbagai kalangan, termasuk Pusat Kajian dan Advokasi Yogie Eka Martien Subrata, yang telah menyoroti potensi masalah dalam revisi tersebut.
“Kami mendorong pemerintah dan legislatif untuk mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak, termasuk organisasi masyarakat sipil, akademisi, dan praktisi hukum. Partisipasi publik yang luas sangat penting untuk memastikan bahwa revisi ini tidak merugikan prinsip-prinsip demokrasi dan keadilan,” pungkas Jerry.
Jerry menegaskan bahwa LAKI akan terus memantau proses revisi UU Kejaksaan dan RUU KUHAP serta mendorong transparansi dan akuntabilitas dalam setiap tahapannya.
“Kami berharap revisi ini dapat menjadi momentum untuk memperkuat sistem peradilan pidana Indonesia, tetapi hal itu hanya bisa tercapai jika diikuti dengan komitmen kuat terhadap prinsip-prinsip good governance dan penegakan hukum yang adil,” tutupnya.