KOTA SERANG, (MBN) – Masih terkait kelanjutan dari penghentian penyidikan yang menimbulkan reaksi negatif dari publik termasuk dari Kompolnas RI, kasus rudapaksa yang dialami gadis difabel (21) yang diperkosa tersangka pelaku EJ (39) dan S (46) asal Kota Serang.
Disampaikan Komisioner Kompolnas RI Poengky Indarti, saran dan masukan dari Kompolnas RI justru menyikapi penghentian penyidikan. Kami mengkritik penghentian penyidikan karena kasus perkosaan bukan delik aduan, sehingga tidak bisa dihentikan perkaranya meski pelapor mencabut laporan. Kami juga mengkritik pencabutan laporan karena alasan Restorative Justice (RJ), padahal Restorative Justice hanya untuk kasus pidana ringan, bukan kasus serius seperti kasus perkosaan.
“Kami juga mengkritik pembebasan tersangka dilakukan pada kasus perkosaan tersebut, apalagi dengan alasan untuk dinikahkan dengan korban, karena tersangka sebelumnya sudah tega melakukan tindakan kejam pada korban, apalagi jika korban kemudian terpaksa dinikahi, maka korban akan rentan mengalami kekerasan lagi,” jelas Poengky Indarti, melalui komunikasi aplikasi yang diterima awak media, Sabtu (29/01/2022).
Lanjut Poengky Indarti, apalagi jika tersangka sudah beristri, maka tersangka juga menyakiti istrinya dengan mengawini perempuan lain. Kami dari Kompolnas RI sangat peduli karena korban adalah perempuan difabel yang seharusnya dilindungi. Oleh karena itu Kompolnas RI merekomendasikan kepada pihak Polda Banten agar penyidik kasus ini diperiksa Propam Polda Banten dan Wassidik Ditreskrimum Polda Banten.
Dalam hal tindak lanjut untuk melanjutkan penyidikan kasus tersebut, Kompolnas RI menyambut baik penyidikan kasus perkosaan tersebut.
“Kasus tersebut dilanjutkan kembali dengan keluarnya surat perintah penyidikan lanjutan. Kami berharap penyidikan kasus ini dilakukan secara profesional, akuntabel, dan transparan dengan dukungan Scientific Crime Investigation (SCI), sehingga segera dapat dilimpahkan ke Kejaksaan dan segera dapat dinyatakan lengkap P-21. Proses hukum yang tegas kepada para pelaku akan memberikan efek jera bagi pelaku. Aparat penegak hukum harus memiliki sensitivitas gender dan melindungi Perempuan korban kekerasan seksual,” tutur Poengky Indarti.