Oleh: Muhamad Rohaedi R
Mahasiswa Jurusan Administrasi Publik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Dalam dunia perkualiahan, pastinya lazim dengan istilah “organisasi”. Bahkan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegarapun erat kaitannya dengan organisasi. Pemerintah bisa dikatakan sebagai organisasi–organisasi publik karena tugasnya yang melayani masyarakat.
Istilah “organisasi” mengisyaratkan bahwa sesuatu yang nyata merangkum orang-orang, hubungan-hubungan dan tujuan-tujuan. Pandangan itu menganggap organisasi sebagai wadah (container view of organisations).
Organisasi terdiri dari tindakan-tindakan, interaksi dan transaksi yang melibatkan orang-orang sehingga dibutuhkan organizing (pengorganisasian). Pengorganisasian merupakan cara menyusun atau mengatur orang, objek serta gagasan.
Komunikasi adalah unsur terpenting dari organisasi mengingat bahwa komunikasi dan keberhasilan organisasi berhubungan erat. Memperbaiki komunikasi organisasi berarti memperbaiki organisasi. Dengan kata lain, komunikasi organisasi digunakan untuk mencapai tujuan manajemen (pengorganisasian).
Komunikasi itu sendiri menghasilkan apa yang orang coba untuk tunjukkan, karena didalamnya menunujukkan tindakan yang terjadi yaitu penciptaan dan penafsiran pesan.
Dalam organisasi formal berkaitan dengan suatu fenomena yang disebut komunikasi jabatan (positional communication)(Redfield, 1953). Yang mana dalam keseluruhan organisasi terdiri dari jaringan jabatan.
Mereka yang menduduki jabatan diharuskan berkomunikasi dengan cara yang sesuai dengan jabatan mereka. Bahkan produktivitas organisasi bergantung kepada komunikasi jabatan.
Komunikasi jabatan dapat juga didekati sebagai suatu objek studi kasus. Salah satunya yaitu peran Kepala Daerah, yang mempunyai peran sentral seperti Gubernur Banten. Mengingat beberapa kali melihat Kantor Gubernur Banten yang selalu menjadi tempat aduan masa dengan berbagai tuntutan terutama terkait aksi unjuk rasa menuntut kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP).
Masalah tersebut berujung memanas ketika pernyataan yang dilontarkan oleh mantan Gubernur Wahidin Halim yang meminta agar pengusaha mengganti pekerja yang mau digaji dengan Rp 2,5 juta hingga Rp 4 juta. Ihwal itu berujung memuncak ketika terjadi protes hingga pendudukan meja kerja mantan Gubernur oleh para peserta unjuk rasa. Respon dari mantan Gubernur ini tidak tanggung yaitu dengan membawa ke ranah hukum.
Namun yang menjadi perhatian penulis, adalah bagaimana pemimpin yang mempunyai jabatan diharuskan mempunyai gaya komunikasi yang baik terutama komunikasi dua arah karena bagaimanapun sejatinya pemimpin sebagai representatif dari organisasi.
Dalam case lain, penulis melihat pada pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) di Kecamatan Padarincang, Serang , Banten pada tahun yang lalu.
Pembangunan PLTP tersebut masih menjadi penolakan yang hingga saat ini akses masuk ke proyek tersebut masih dibokir oleh warga. Yang membingungkan adalah urgensi dari PLTP ini, karena PT PLN memperkirakan kelebihan daya atau oversupply kapasitas pembangkit listrik terutama di Jawa-Bali yang mencapai 61 persen dari total kebutuhan. Padahal, cadangan energi yang efektif itu berkisar 30-35 persen menurut Executive Vice President of Electricity System Planning PT PLN, Edwin Nugraha Putra dalam acara Indo EBTKE Conex 2021.
Banten sendiri ada beberapa pembangkit listrik, terutama PLTU 9-10 Suralaya dan 19 unit PLTU lainnya. Dengan banyaknya PLTU tersebut menempatkan Banten menjadi salah satu provinsi dengan unit PLTU terbanyak.
Namun yang menjadi perhatian penulis, adalah bagaimana tendensius dari masyarakat yang seaakan tidak ada jalan keluar. Dilansir dalam website milik Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Banten, Pemerintah masih terus mencari cara untuk eksplorasi PLTP ini bisa berjalan terutama berusaha bersama-sama dengan Pemerintah Daerah dan Badan Usaha terkait sosialisasi rencana pembangun infrastruktur listrik ini kepada masyarakat Provinsi Banten.
Penolakan dari warga sekitar terhadap pembangunan PLTP Padarincang berkali kali terjadi. Hingga akses masuk proyek pun diblokade dengan beton. Bahkan, yang mengganjal adalah pada saat sosialisasi, perwakilan perusahaan dan kementrian ESDM disandera. Artinya ada beberapa kemungkinan yang ditafsirkan penulis terutama mengenai miskom dan miskonsepsi
Dua case tersebut mencermerminkan bahwa statement di awal bener adanya bahwa komunikasi unsur penting dalam organisasi. Baiknya kebijakan jika disampaikan dengan cara yang salah akan timbulnya masalah sendiri. (Artikel)