MBN | JAKARTA –
Brigjen Pol Jayadi, Penyidik Utama Tingkat II Bareskrim Polri, menekankan pentingnya perubahan perspektif dalam penanganan penyalahguna narkotika di Indonesia.
Data 2023 menunjukkan angka yang cukup signifikan, dengan 145.782 orang penghuni narkotika di Lapas se-Indonesia.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 99.822 orang merupakan bandar, pengedar, penadah, dan produsen narkoba, sementara 45.960 orang lainnya adalah pengguna narkoba.
“Angka-angka ini menunjukkan betapa seriusnya masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia,” katanya, dalam keterangan yang diterima redaksi, Rabu (12/6).
Hal tersebut diungkap saat memberikan paparan pada kegiatan Rapat Koordinasi dalam rangka Mewujudkan Mewujudkan Tempat Rehabilitasi bagi Penyalahguna Narkotika” diselenggarakan oleh Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, belum lama ini.
Brigjen Pol Jayadi menyatakan bahwa, pendekatan yang lebih berfokus pada rehabilitasi, bukan hanya penindakan pidana, sangat diperlukan.
Perspektif yang berorientasi pada rehabilitasi diharapkan dapat membantu para penyalahguna narkotika untuk pulih dari ketergantungan mereka dan reintegrasi ke dalam masyarakat sebagai individu yang produktif.
“Menggeser fokus dari penindakan pidana ke rehabilitasi juga diharapkan dapat mengurangi overcapacity di Lapas yang disebabkan oleh tingginya jumlah narapidana kasus narkotika,” ujarnya.
Langkah ini dianggap dapat memberikan solusi yang lebih berkelanjutan dan holistik dalam menangani masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia.
Pendekatan rehabilitasi mencakup sejumlah upaya, seperti optimalisasi Tim Asesmen Terpadu, penguatan lembaga rehabilitasi, program rehabilitasi masyarakat, serta penerapan prinsip Restorative Justice yang mengedepankan pemulihan dan reintegrasi sosial bagi para penyalahguna narkotika.
Pada kesempatan yang sama, Kasubdit Sosial dan Budaya, SUPD III, Wahyu Suharto, mewakili Dirjen Bina Pembangunan Daerah, menegaskan bahwa Kemendagr telah secara aktif mendukung upaya rehabilitasi bagi penyalahguna narkotika.
“Kemendagri telah berperan penting dalam penyusunan dokumen perencanaan dan penganggaran di tingkat daerah untuk mendukung program rehabilitasi,” ucapnya.
Dengan adanya Permendagri Nomor 90 Tahun 2019 dan pemutakhirannya, Kemendagri telah memfasilitasi nomenklatur yang mendukung rehabilitasi medis dalam Urusan Kesehatan.
Lebih lanjut, Wahyu Suharto menyoroti bahwa Kemendagri juga telah memperhatikan pengelolaan pelayanan kesehatan terkait kecanduan NAPZA di tingkat provinsi, serta di tingkat kabupaten/kota. Hal ini mencakup pengelolaan pelayanan kesehatan jiwa dan NAPZA di tingkat lokal.
Terkait dengan rehabilitasi sosial, kewenangan rehabilitasi sosial korban NAPZA berada pada pemerintah pusat. Namun, pemerintah daerah turut memberikan dukungan dengan melakukan pendataan, memberikan pelayanan rujukan, dan menyediakan pelayanan sosial pasca rehabilitasi.
Hal tersebut bertujuan untuk memastikan eks penyalahguna narkotika dapat kembali menjalankan peran sosialnya di masyarakat dengan baik.
Dengan komitmen ini, Kemendagri bersama dengan pemerintah daerah terus berupaya untuk memperkuat sinergi dalam upaya rehabilitasi penyalahguna narkotika, demi menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan produktif bagi masyarakat. (Kelana Peterson).