Mitra Banten News | JAKARTA – Gagasan tentang “Bapak” dalam cerita film Indonesia tak ada habisnya untuk digali. Entah berapa banyak judul film bertema “Bapak” baik dalam format film pendek maupun film industri dipresentasi. Sama halnya sosok ibu, keberadaan seorang “Bapak” seperti tak pernah habis menjadi inspirasi.
Satu lagi cerita film pendek yang menyoal ‘Bapak’ sedang dalam tahap produksi berjudul “Dear Bapak.” Penulis cerita dan sutradara film tersebut adalah Dina Subono, sineas yang juga produser, aktris film dan seorang disc jockey (DJ).
“Tema film pendek ‘Dear Bapak’ mengangkat bagaimana kasih sayang seorang bapak kepada anaknya. Ada muatan nilai sosial, keluarga, sosial budaya, pendidikan, serta sikap moral,” ujar Dina Subono kepada wartawan di Jakarta, Rabu (26/06/2024).
Film bagi Dina, merupakan karya sastra dalam bentuk visual. Lewat gambar Dina ingin menampilkan berbagai jalinan unsur pengalaman yang menjadi daya gerak yang menghidupkan sisi manusiawi.
“Film ini lahir dari keberagaman konflik kehidupan yang ada di masyarakat dilihat dari perspektif hubungan seorang bapak dengan anaknya,” papar sutradara yang sudah menggarap beberapa judul film pendek ini.
Sebelumnya Dina Subono menyutradarai film pendek bertajuk “Tiga Mata.” Film pendek ini masuk dalam jajaran The Top 60 Finalists Indonesian Short Film Festival (ISFF) SCTV 2016.
Selanjutnya, Dina Subono sutradara yang kini sedang menyelesaikan Program Studi S2 Jurusan Tata Kelola Seni di Sekolah Pascasarjana Institut Kesenian Jakarta (IKJ) ini pernah menyutradarai film pendek berjudul “Cintanya Cinta Raga.” Film tersebut merupakan nukilan kedua selepas suksesnya film pendek “Tiga Mata”, sebagai film pendek karya pertama Dina Subono ini.
Dina Subono mengaku tetap fokus pada karya film pendek yang menurutnya selalu menawarkan perspektif berbeda. Film pendek menurutnya mengandung persepsi subjektif. Bisa bersifat paradoksal, absurd, politis, dan bahkan mengandung unsur mistis.
Melalui film pendek “Dear Bapak” Dina Subono mencoba memotret dan menarasikan fenomena sosial. Merespon dan mengolah realitas zaman yang abstrak mewujud dalam sebuah karya yang dapat dilihat secara kasatmata.
“Semoga film pendek “Dear Bapak” ini memberi manfaat dan menyadarkan kita untuk benar-benar melihat fenomena dan keberagamaan secara lebih arif dan bijak,” ungkap seniman serba bisa yang juga konsultan hukum Lulusan S2 Magister Kenotariatan Universitas Pancasila Jakarta ini.
Film pendek “Dear Bapak” diproduksi oleh Anidkana Films. Penanganan produksi dipercayakan kepada Ramacanaa sebagai Produser Eksekutif, serta Wisnu Heru Luhur dan Yunus Fiore selaku Produser. Director Of Photography dipercayakan kepada Iqbal, Soundman W Oedin Ichsan, dan Behind the Scene Immanuel Ardika.
Ada tiga tokoh utama dalam film ini, yaitu pemeran Pak Suban, diperankan oleh aktor senior alumni Institut Kesenian Jakarta (IKJ) Dr. Sudibyo JS, S.Sn., M.Sn., yang saat ini juga menjadi Dosen di almamaternya. Selanjutnya ada Erika yang berperan sebagai Cinta, anak Pak Suban, dan Jeki berperan sebagai Rama, pacar Cinta.
“Anak Korban Perceraian”, Film pendek “Dear Bapak” menceritakan sosok perempuan bernama Cinta, seorang anak tunggal yang orangtuanya bercerai. Cinta tinggal bersama bapaknya yang menjadi orangtua tunggal bernama Pak Suban. Ada konflik batin sehingga Cinta tidak merasa dekat dengan Bapaknya.
Wisnu Heru Luhur selaku produser film pendek ini mengatakan, film ‘Dear Bapak’ bukan sekadar cerita tentang keluarga, melainkan menjembatani kompleksitas emosi manusia.
“Alur penceritaannya sangat terfokuskan pada aspek verbal maupun non-verbal tentang esensi dan entitas dari sebuah hubungan. Mengingatkan kita setiap momen berharga, dan jangan disia-siakan. Pentingnya mengungkapkan cinta dan penghargaan sebelum terlambat,” ujar Wisnu Heru Luhur.
Wisnu Heru Luhur, Sarjana Seni lulusan Institut Kesenian Jakarta (IKJ) Jurusan Film yang kini sedang melanjutkan kuliah S2 di kampus yang sama ini sebagai seorang produser film ia merasa terhormat bisa menyampaikan cerita menarik dari Dina Subono. Sebuah kisah tentang penyesalan dan rekonsiliasi seorang anak kepada ayahnya.
“Setiap momen adalah kesempatan untuk mencintai, memaafkan, dan menghargai orang-orang terdekat kita. Melalui film ini kami berharap dapat menyentuh hati penonton. Mengingatkan bahwa waktu adalah anugerah yang tidak selalu berpihak,” ujar Wisnu Heru Luhur. (Kelana Peterson)