PANDEGLANG, (MBN)- Merasa dirugikan dalam transaksi pembelian sebuah mobil toyota, Isuti Rachman salah satu nasabah leasing syari’ah mandiri toyota finance (MTF) asal Majasari Pandeglang, direncanakan akan melaporkan oknum mediator sales toyota dan oknum petugas leasing MTF ke pihak kepolisian dan ombudsman, Selasa (13/4).
Berawal dari transaksi jual-beli satu unit mobil toyota second type rush tahun 2010 pada tanggal 9 desember 2020 lalu milik Isuti, dirinya menceritakan bahwa awal berkenalan dengan oknum mediator, sebut saja Epoy (nama samaran) yang juga sebagai owener showroom mobil di Cilegon, diketahui bahwa Epoy juga pernah menjadi sales toyota Cilegon.
Setelah membeli mobil second milik Isuti dengan harga yang disepakati yaitu senilai 90 juta rupaih, Epoy memberikan tawaran jika dirinya bisa jadi mediator mengurus pembelian unit mobil baru dengan rekanan leasing yang ia miliki, Tanpa harus pihak Isuti memegang uang hasil jual-beli tersebut, dengan alasan untuk mempermudah transaksi lanjutan dengan pihak leasing. Saat itu kata Isuti, Epoy juga menjanjikan Cash Back Toyota akhir tahun 2020 hingga tawaran tertinggi senilai 14 juta rupiah.
Setelah berdialog panjang menawarkan kredit mobil baru melalui leasing yang tak kunjung menemukan kata sepakat, akhirnya Epoy menawarkan leasing syari’ah, “Karena syari’ah, saat itu saya didampingi suami langsung merespon, karena kami berniat ingin bertransaksi kredit tetapi dengan metode syari’ah, walaupun dengan resiko tanpa kami memegang uang hasil jual belinya”, ungkap Isuti kepada awak media, Selasa (13/4).
Setelah menemukan kata sepakat karena mendapat sistem kredit syari’ah, Isuti dan suami langsung diarahakn Epoy ke rekannya yang bekerja di MTF beserta pihak Bank Syariah Mandiri (BSM) yang saat ini sudah berubah nama menajdi BSI, dan seles dealer resmi toyota, untuk mengurus pemberkasan akad pembelian dan kredit syari’ah.
“Disitu kami akhirnya kenal dengan pihak – pihak lain, dari sales toyota Cilegon pria berinisial ‘N’, pihak BSI mas ‘AN’ dan pihak MTF mas ‘B’, ketiganya bertemau di rumah kami tanggal 12 Desember 2020 malam untuk melakukan survey sekaligus penandatanganan berkas akad kesepakatan membeli mobil dengan metode kredit syari’ah”, ungkap Isuti.
Karena mengira mediator telah mengurus semua nominal harga jual mobil Isuti, ditambah cash back yang dijanjikan, tanpa fikir panjang Isuti dan suaminya menandatangani kontrak akad jual-beli kredit MTF, disaksikan pihak BSI mas ‘AN’ dan pihak sales toyota pak ‘N’.
Kecurigaan adanya permainan nominal hilangnya cash back yang dijanjikan tidak tertera dalam kontrak akad, bermula dari kontrak yang ditandatangani Isuti tak kunjung dikirim hinggal 3 bulan lamanya.
“Idealnya kata pihak BSI saat survey, kontrak akad hasil transaksi akan diterima minimal 14 hari kerja dan maksinal satu bulan, akan tetapi kami menerima kontrak hasil baru pada tanggal 9 April 2021, hasil menagih ke pihak MTF itupun di pingpong lagi harus melalui mediator. Dengan alasan sudah diserahkan pihak MTF ke pihak oknum mediator, disinilah saya dan suami menaruh curiga”, tutur Isuti.
Alhasil Isuti beserta suami dikagetkan dengan isi dari kontrak yang tidak sesuai dengan perjanjian. Isuti menjelaskan seharusnya jika sesuai perjanjian adalah nominal harga jual 90 juta rupian ditambah dengan cash back senilai 14 juta rupiah, totalnya seharusnya Total down paymen (TDP) BSI oto adalah 104 juta rupian, namun dikontrak hanya 95 juta rupiah, “itupun 95 juta berarti hasil penggabungan dengan dana booking unit 5 juta di awal,” katanya.
Atas kejadian tersebut akhirnya Isuti beserta suami mengkonfirmasi pihak sales dealer toyota mas ‘N’, dalam keterangannya pihak sales daeler toyota Cilegon membenarkan bahwa pihaknya sudah sesuai memberikan cash back sejumlah 14 juta rupiah, dan otonatis akan biasanya akan tertera dalam TDP, ‘N’ menjelaskan kepada suami Isuti untuk selebihnya terkait tidak dibayar tercantum dalam TDP bukan urusanya melainkan urusan dengan oknum mediator dan MTF.
Selanjutnya Isuti mencoba menghubungi oknum Epoy, pihaknya menjelaskan bahwa tidak sesuainya nilai cash back itu karena dirinya (Epoy-red) harus membayar pihak – pihak yang membantunya dalam melakukan transaksi diantaranya tim Surveyr MTF Epoy menyebut kepada ‘B’ memberikan uang senilai 1 juta rupiah. Hal tersebut Epoy menyebutkan sangat lumrah dan biasa ia dilakukan demi memuluskan pekerjaanya.
Mendengar penjelasan Epoy yang tidak masuk akal dan dinilai mencederai akad perjanjian, pihak Isuti langsung menelpon menanyakan kebenaran ihwal informasi tersebut kepada yang bersangkutan yakni pria berinisial ‘B’ dari MTF.
“Saya melalui suami mendapatkan pihak MTF mas ‘B’ malah mengakui keterlibatanya dengan Epoy dan ingin mengembalikan uang senilai 1 juta yang diberikan Epoy agar masalah ini tidak diperpanjang, namun secara tegas saya tolak, saya menjawab hanya ingin menyelesaikan urusan ini secara jelas”, ungkap Isuti.
Isuti membeberkan khwatir hal seperti ini telah banyak terjadi dimasyarakat namun belum banyak diketahui karena keterbatasan pengatahuan dan kurang ketelitian, Isuti mengaku telah berkonsultasi dengan penasehat hukumnya soal kasus ini.
“Saya dan Suami sudah mempersiapkan berkas – berkas laporannya, Jika dalam kurun waktu 3 x 24 jam pihak – pihak terkait dalam kasus ini tidak ada i’tikad baik dalam menyelesaikan dan mengakui kesalahannya serta mengembalikan kerugian, maka kami akan melaporkan hal ini kepada pihak kepolisian dan ombudsman”, tutup Isuti.