Mitra Banten News | Banten – Pemilu merupakan pesta demokrasi rakyat seluruh Indonesia dan janganlah dinodai oleh segelintir oknum yang ingin berbuat curang hingga rusaknya marwah demokrasi. Terutama yang dikhawatirkan adalah bila ada keikutsertaan ASN dalam mendukung salah satu Paslon pada Pemilu/Pilkada, karena dalam UU ASN No 5 Tahun 2014 pasal 2, serta PP Nomor 94 Tahun 2021 bahwa ASN dilarang terlibat Politik Praktis dan harus netral. Begitulah yang disampaikan Ketua Harian Gabungan Relawan Dukung Airin (GARDA) Banten1, Ely Jaro kepada awak media.
Menurut Ely Jaro, kenapa ASN dilarang untuk ikut terlibat dalam poltik praktis, alasannya karena ASN itu adalah Perangkat Negara yang regulasinya sebagai pelaksana Pemerintahannya yang diemban oleh Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dan Pemilahan Umum (Pemilu) / Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) diselenggarakan oleh Negara atau Pemerintah. Artinya Negara atau Pemerintah sebagai pihak penyelenggara harus netral, tidak boleh untuk intervensi ke dalam pertarungan kontestan Pemilu.
Sambung Ely, kata dia jika penyelenggara ikut terlibat intervensi berpihak pada salah satu calon dalam pertarungan kontestan pemilu, bisa dibayangkan akan ada calon di kontestan pemilu yang bakal dirugikan. Dan akan menguntungkan bagi salah satu calon yang diintervensi oleh keberpihakan penyelenggara yaitu pemerintah.Lanjutnya, dalam hal ini yang disebut politik praktis adalah segala hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan Negara dalam pemerintahan serta kegiatan yang berkaitan dengan perumusan dan pelaksanaan kebijakan umum yang dilaksanakan di lapangan atau kehidupan bernegara. “Apabila ada Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Kepala Desa (Kades) sebagai aparatur pemerintahan desa ikut mendukung salah satu Paslon kontestan Pemilu, dipastikan adalah penghianat demokrasi yang menodai pesta demokrasi. Maka itu adalah suatu bentuk pelanggaran yang jelas – jelas menabrak UU Pemilu,” jelas Ely
Kemudian Selain itu terang Ketua Harian GARDA Banten 1, jika PNS sebagai ASN dan Kades sebagai pemerintahan desa ikut terlibat mendukung salah satu Paslon dalam Pemilu/Pilkada, ada kemungkinan akan terjadi konflik of interest atau benturan kepentingan. Yaitu konflik kepentingan sesorang PNS dan Kepala Desa yang memanfaatkan kedudukan jabatan dan wewenang yang dimilikinya untuk kepentingan pribadi, keluarga atau golongannya. “Sehingga kebijakan seseorang PNS dan Kades yang diamanatkan oleh Negara tidak obyektif dan menimbulkan asas kesempatan APBN dan APBD dalam bentuk gratifikasi. Karena hal itu dapat mempengaruhi harapan imbalan lebih seperti ingin rekomendasi aman dari jeratan hukum, ingin rekomendasi naik jabatan, ingin rekomendasi posisi jabatan lebih baik lagi dan ingin rekomemdasi bertahan jabatan dll yang bersifat rekomendasi mengambil keuntungan yang bukan untuk kepentingan umum,” ujar Ely, Ketua Harian GARDA Banten1.
Kemudian dia meminta kepada seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN)/TNI/Polri/Pejabat BUMN/BUMD, Ketua RT, Ketua RW, Kepala Desa, Perangkat Desa, BPD, Lurah dan Camat sebagai perangkat Negara untuk tetap menjaga netralitas menghadapi Pemilihan Gubernur dan Bupati serta Walikota. “Ya ASN harus netral, tidak boleh memihak pada salah satu Paslon yang telah ikut dalam kontestan Pemilu. Sebab sudah ada aturan dalam UU Nomor 7 Tahun 2017, pada pasal 280 Ayat (2). Selain itu telah diatur dalam UU Nomor 20 Tahun 2023 Tentang ASN dan Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 Tentang Disiplin PNS, begitu pun dengan Kades harus netral karena ASN dan Kades adalah seperangkat Negara yang telah diatur dalam UU” katanya,
Tambah Ely, bahwa pada UU Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 494 menyatakan, setiap ASN, anggota TNI dan Polri, Kepala Desa, Perangkat Desa dan atau anggota Badan Permusyawaratan Desa yang terlibat sebagai pelaksana atau tim kampanye sebagaimana dimaksud dalam pasal 280 ayat (3) dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu tahun dan denda paling banyak 12 juta (Dua belas juta rupiah). “Saya mengharap agar Pemilu tahun ini berjalan dengan jujur adil dan damai, dan Negara/Pemerintah sebagai Penyelenggara Pemilu tidak cawe – cawe kepada salah satu Paslon kontestan Pemilu,” tegas Ely. Sambil menyudahi ucapannya dia pun menyinggung tentang kampanye Piikada yang ada di Provinsi Banten sangat memalukan, lantaran diduga telah menodai demokrasi. Pasalnya, Geger kabar kalau ada beberapa PNS sebagai ASN dan beberapa Kepala Desa sebagai aparat pemerintahan desa di Provinsi Banten diduga melanggar UU Pemilu, telah ikut terlibat mendukung salah satu Paslon Pilgub Andra Soni dan Dimyati.
“Janganlah mentang – mentang Paslon Andra Soni dan Dimyati adalah calon yang didukung oleh Prabowo dari partai Gerindra yang telah terpilih menjadi Presiden RI kemudian dianggap pendukungnya merasa bahwa Paslon Andra Soni dan Dimyati telah didukung oleh pemerintah. Sehingga ASN dan Kepala Desa bebas ikut cawe – cawe ke dalam politik praktis. Jika terjadi hal demikian, akan hancur lebur lah demokrasi di NKRI yang kita cintai ini,” pungkas Ely Jaro, Ketua Harian GARDA Banten 1.