Siti Nurjanah, Aktivis Perempuan Banten / Wakil Ketua Umum DPD KNPI Prov.Banten Bidang Perempuan. Reformasi politik diindonesia telah memberikan harapan besar bagi kaum perempuan, gerakan-gerakan yang sebelumnya tidak memiliki energy, muncul dengan berbagai usaha
pemberdayaan hak-hak perempuan. Khususnya hak politik, Kebangkitan kaum perempuan dalam pola kehidupan di era globalisasi telah membawa
perubahan dalam perkembangan pembangunan terutama di Indonesia.
Ruang publik didalam organisasi maupun institusi politik, sudah bukan rahasia umum
bahwa partai politik didominasi oleh laki-laki sebagai pemimpin memang masih kuat. Padahal
kenyataannya perepmuan memiliki potensi yang tidak kalah dengan laki-laki dalam hal
memimpin.
Banyak perempuan Indonesia mengalami ketimpangan sosial dan budaya, diberbagai
wilayah dan banyak perempuan yang tidak mengetahui potensi dalam dirinya, hingga
menjalankan peran sekunder dalam masyarakat, hal ini patut disayangkan karena secara
demografi jumlah perempuan di Indonesia tidak jauh berbeda dari total 273 juta jiwa penduduk,
laki-laki 138.303.472 jiwa atau 50,5 % dan penduduk perempuan 135.576.278 jiwa atau 49,5%
Badan Pusat statistic ( BPS). Perempuan seharusnya mendapatakan kesempatan yang sama,
maka potensi sumber daya manusia di Indonesia jauh lebih besar.
Pencapaian politik daerah terutama di provinsi banten dan elektabilitas dari peran
perempuan didalam politik, provinsi banten yang memiliki kepala daerah perempaun yakni Airin
Rachmi Diany adalah Walikota Tangsel , Iti Oktavia Jayabaya adalah Bupati Lebak, Hj,Ratu
Tatu Chasanah Bupati Kabupaten Serang dan Irna Narulita adalah Bupati Pandeglang dilihat dari
posisi politik perempuan yang menduduki kursi kepala daerah mencapai 50% dari 8 sektor ada 4
sektor yang diduduki kursi kepala daerah oleh perempuan, ini contoh bahwa potensi
Suara perempuan khususnya dalam memperjuangkan dan menujukan nilai-nilai prioritas
dan karakter khas perempuan baru bisa diperhatikan dalam public apabila suaranya minimal
mencapai 35% untuk itu jumlah legislatif diparlemen menjadi sangat penting.
Berbagai persoalan politik perempuan sejatinya juga disebabkan oleh proses politik ,
partai politik, pemerintah, lembaga perwakilan rakyat dan lembaga penyelenggara pemilu sangat
didominasi laki-laki,sehingga nilai, kepentingan, aspirasi, serta prioritas mereka menentukan
agenda politik dan kebijakan publik yang dihasilkan, peran perempuan memiliki nilai penting
dan aspirasinya.
Tantangan berat bagi perempuan Indonesia saat ini , diantaranya masih adanya keraguan
dikalangan masyarakat tertentu apakah perempuan siap dan mampu mejalankan fungsi dan peran
di kancah politik; persoalan perempuan yang dihadapi adalah disebabkan kendala nilai sosial
budaya yang tidak memiliki akses dan kesempatan menduduki posisi sentral dilembaga politik,
posisi perempuan yang tidak strategis menyebabkan terhambatnya partisipasi perempuan ,
kendati aspek kemampuan intelegensi, manajerial, intelektual serta kemampuan kepemimpinan
perempuan di Indonesia memiliki kualitas yang memadai , seperti saya sehingga menjadi
strategis jika dalam tulisan ini saya mengangkat kembali hak-hak politik dan partisipasi politik
perempuan.
Hasil pemilu 2019 menunjukan trend kenaikan representasi perempuan di lembaga
legislative tingkat nasional, DPR RI (20,35) dan DPD RI (30,8% ).kenaikan ini merupakan
capaian segnifikan terutama jika kita telusuri angka keterwakilan perempuan yang diperoleh
dalam pemilu –pemilu sebelumnya, capaian keterwakilan perempuan pada konteks politik
electoral sebenarnya juga didukung oleh dua peraturanteknis; surat keputusan ( SK
Kemenkumham ) tentang kepengurusan partai politik yang mewajibkan minimal 30%
perempuan dalam kepengurusan partai politik dalam kepengurusan Dewan Pengurus Pusat (
DPP ).sebagai syarat dan prasyarat pemilu dan peraturan pemilihan umum (PKPU) yang
mewajibkan partai mencantumkan minimal 30% perempuan dalam daftar Calon Tetap ( DPT )
untuk setiap daerah pemilihan.
Keterwakilan Perempuan dilembaga legislatif dapat direfleksikan sebagai wujud dData pencalonan pemilu pada pemilu 2019 menujukan bahwa justru sejumlah partai baru
lah yang paling tinggi presentase pencalonan perempuan, tiga partai dengan presentase caleg
perempuan tertinggi tidak lolos parlimantary threshold,yakni PKPI ( 55%), Garuda (48%) dan
PSI (48%), hasil pemilu 2019 menujukan ada tiga partai pemenang total jumlah kursi terbanyak
diraih oleh PDIP (22,6%) Golkar (14,7%) dan Grindra (13,5%) , sementara partai politik yang
menujukan komitmen terhadap representasi perempuan dapat dilihat dari presentase
perbandingan antara kursi perempuan yang diperoleh tersebut.
Dalam bidang politik sendiri presentasi keterwakilan perempuan masih sangat rendah
apabila dibandingkan dengan laki-laki.padahal sebagaimana diketahui bahwa jumlah pemilih
antara perempuan dan laki-laki tidak jauh berbeda, Daftar Pemilih Tetap (DPT) untuk pemilu
2019 sebanyak 187.781.884 orang . rinciannya, 185.732.093 pemilih dalam negeri dan 2.049.791
pemilih laki-laki dalam mencapai 95.802.671 sementara, jumlah pemilih perempuan didalam
negeri mencapai 92.929.422 (katadata.co.id ).
Reset State of the World Girls Report (SOTWG) yang dipublikasikan plan Indonesia
awal tahun ini mencatat, sebanyak 9 dari 10 perempuan itu juga mengakui adanya berbagai
hambatan dalam proses partisipasi tersebut. hambatan yang bersifat interseksional dan structural
karena usia dan gender yang dianggap belum dewasa serta berbagai stereotips yang berkembang
dimasyarakat.
Dalam program SDGs pemberdayaan perempuan sebagai implementasi dari tujuan
pembangunan berkelanjutan adalah tujuan dari kesetaraan gender dan memberdayakan
perempuan adanya fakta dan jumlah perempuan di lembaga legislative belum represendtatif
serta masih sedikitnya perempuan yang terlibat dalam pengambilan kebijakan, berkolerasi
dengan dikesampingkan perempuan dalam kehidupan sosial, ekonomi, kesehatan, pendidikan,
dan pendapatan yang rendah, peran aktif perempuan secara mandiri ataupun yang terlibat dalam
organisasi sosial /kemasyarakatan/keagamaan/politik dibutuhkan untuk mewujudkan
pembangunan yang responsive gender.
Perempuan yang selalu dipandang stereotip sehingga penghambat pembangunan
perempuan adalah dari ketimpangan sosial budaya dimasyarakat, sehingga penghambat
pembangunan demikian perempuan perlu nya ada pemberdayaan perempuan agar dapat memiliki akses dalam pembangunan. Selain itu banyaknya realita yang berkembang di masyarakat dimana adanya sikap dan tindakan diskriminatif terhadap perempuan sebagai jenis kelamin yang lebih rendah dibandingkan laki-laki, sehingga mengakibatkan kaum perempuan harus mengalami hambatan dalam berbagai kehidupan.
Di negara berkembang perempuan belum maksimal menikmati hak dalam kesetaraan gender, kesenjangan gender dalam kekuasaan dan oengambilan keputusan serta partisipasi politik membuat perempuan sebagai objek pembangunan bukan sebagai pelaku pembangunan menyebabkan ranah perempuan hanya sebatas domestik dan tidak bisa keranah publik.
Kesetaraan yang sama antara perempuan dan laki-laki mendorong perempuan terlibat aktif dalam dunia politik dengan upaya affirmative action.
Sejak diterapkan undang – undang pemilu, partai politik baru dapat mengikuti pemilu jika menerapkan 30% perempuan dalam kepengurusan dan pencalonan sebagaimana yang diatur dalam pasal 8 ayat 1dan pasal 53 UU pemilu NO. 10 tahun 2008 tentang pemilu legislatif menyatakan keterakilan 30% daftar calon perempuan dari partai politik.
Representasi perempuan di dalam bidang politik dapat dikatakan masih jauh dari harapan, di Indonesia sendiri perempuan dalam dunia politik masih terbelenggu dalam sosial budaya patriarkhi.
Faktanya budaya patriarkhi tentang deskriminasi terhadap gender masih terjadi di semua sektor kehidupan sosial walaupun ada perubahanyang segnifikan terhadap gender. Kesenjangan kekuasaan dan pengambilan keputusan serta partisipasi politik perempuan.