CILEGON, (MBN) – Sebanyak 300 warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Cilegon menjalani pemeriksaan Tuberkolosis atau TBC dan tes Human Immunodeficiency Virus atau HIV di Klinik Lapas Cilegon. Kegiatan ini berlangsung selama 3 hari, sejak Selasa (18/07) pagi, lalu akan dilanjutkan Kamis dan selesai Jumat 21/07 siang.
Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Kalapas) Kelas IIA Cilegon, Enjat Lukmanul Hakim mengatakan, pihaknya melakukan pemeriksaan TBC dan Tes HIV bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Kota Cilegon untuk terus mengupayakan pemenuhan hak pelayanan kesehatan yang layak bagi para warga binaan.
“Kami dibantu oleh dokter dan para perawat dari Dinas Kesehatan Kota Cilegon dalam skrining TBC dan HIV selama 3 hari. Target Kami 300 warga binaan mendapatkan pelayanan tersebut,” tuturnya.
Dalam penerapannya, perwakilan Dinas Kesehatan Kota Cilegon, Siti Solihah mengatakan, diagnosis penyakit TBC dan infeksi HIV yang digelar dilakukan dengan serangkaian pemeriksaan medis. Namun sebelum itu, pihak dokter atau perawat yang bertugas akan bertanya tentang kemungkinan adanya faktor risiko.
“Pertanyaannya seperti, pernah melakukan perjalanan ke kawasan endemik TBC, dan pekerjaan serta aktivitas sehari-hari. Selain itu, juga akan ditanya apakah punya kondisi medis tertentu yang berdampak pada penurunan imunitas tubuh, seperti diabetes atau HIV. Jika ternyata dokter mendapati adanya indikasi TBC dan HIV, pemeriksaan penunjang berikutnya tentu dibutuhkan,”
jelasnya.
Lanjut Solihah, para warga binaan yang menjalankan serangkaian pemeriksaan medis terkait TBC dan HIV ini, mengikuti serangkaian pemeriksaan medis dengan metode yang berbeda sesuai peruntukannya.
“Pemeriksaan TBC, dilakukan dengan mengambil sampel cairan dahak, sedangkan untuk HIV, kami menggunakan Tes Polymerase Chain Reaction atau PCR untuk mendeteksi materi genetik HIV dalam darah. Sampel-sampel yang kami ambil ini kemudian diperiksakan lebih lanjut di laboratorium,” ungkapnya.
Disituasi yang sama, Perawat Ahli Pratama Lapas Cilegon, Yayan Permana Putra melanjutkan, akan ada penanganan selanjutnya bagi warga binaan yang telah terdiagnosis TBC maupun HIV.
“Untuk yang tediagnosis TBC, nanti akan kita karantina selama 1 bulan, terpisah dengan warga binaan lain. Dalam proses karantina akan kita berikan obat antituberkolosis atau OAT. Mereka juga akan kita berikan masker dan akan diajarkan etika batuk di ruang publik agar tidak menulari warga binaan yang lain,” ungkapnya.
“Sedangkan untuk terdiagnosis HIV penanganannya berbeda, mereka tidak dikarantina dan justru identitasnya juga dirahasiakan. Secara rutin sesuai dosis, mereka akan mengonsumsi obat antiretroviral (ART) untuk menghambat perkembangan HIV, dan akan diberikan edukasi untuk bagaimana bisa melindungi sistem imunitas tubuh, dan menekan risiko penularan kepada orang lain,” pungkas Perawat Ahli Pratama, Yayan Permana Putra saat dikonfirmasi di sela kegiatan.
(Red)