SERANG (MBN) – Nasib pendidikan ratusan siswa filial SMK Negeri 7 Pandeglang mulai terancam. Pasalnya, pihak SMPN 3 Karang Tanjung Pandeglang yang selama ini menjadi tempat menumpang belajar mereka sehari-hari mulai membatasi penggunaan sejumlah Sarpras untuk proses KBM-nya.
Pembatasan atau bahkan penghentian ijin menumpang yang dilakukan pihak SMP patut dimaklumi dan cukup beralasan. Sebab selain bukan lagi menjadi tanggung jawab SMP, siswa SMA/SMK juga telah beralih kewenangan dari kabupaten/kota menjadi kewenangan Provinsi Banten. Disamping itu, kerusakan pada fasilitas sekolah juga berdampak pada terganggunya kenyamanan proses aktifitas belajar siswa SMP 3 Karang Tanjung.
Kini kelas jauh SMK yang terletak di Jl. Gunung Karang Kp. Sanim, Desa Juhut, Kec. Karang Tanjung, Kab. Pandeglang ini telah memiliki jumlah peserta didik sebanyak 210 siswa atau 6 rombong belajar (rombel) masing-masing angkatan sebanyak dua rombel dengan dua jurusan keahlian yang berbeda yakni Multimedia dan Akuntansi.
“Kelas jauh ini dibuka sejak tahun 2012. Saat itu kita menginduk ke salah satu SMA Swasta. Kemudian terjadi perubahan status pada tahun 2016 dimana dari SMA menjadi SMK dengan harapan agar animo dan minat belajar lulusan SMP disini semakin meningkat serta mempercepat lulusan memperoleh pekerjaan,” kata salah seorang Perintis Kelas Jauh SMKN 7 Pandeglang, Joni Wali kepada wartawan di Serang, Jumat (30/4/2021).
Joni Wali yang juga sebagai guru di SMP Negeri 3 Karang Tanjung itu memaparkan cikal bakal dibukanya kelas jauh SMK ialah karena merasa prihatin pada lulusan SMP tempatnya mengajar kerap tidak pernah melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya.
Banyak faktor yang menjadi penyebabnya diantaranya karena tempat tinggal ke sekolah SMA/SMK Negeri yang cukup jauh, keterbatasan kemampuan ekonomi masyarakat setempat, mindset yang belum memahami betapa pentingnya melanjutkan pendidikan; Itu terlihat dari banyaknya siswa yang telah lulus lebih memilih menjadi buruh hasil perkebunan, buruh di pasar sementara siswi-nya juga kebanyakan memilih menikah pada usia muda. “Paling hanya 10 persen saja lulusan SMP Negeri 3 Karang Tanjung ini yang melanjutkan sekolahnya,” tandasnya.
Padahal dalam berbagai kesempatan Gubernur Banten, Wahidin Halim kerap menegaskan agar tidak boleh lagi ada pelajar SMA/SMK dan SKh yang belajarnya menumpang pada sekolah maupun pada tempat tinggal milik masyarakat. Sebagai jawaban dari komitmennya, Gubernur WH mulai menggulirkan program dengan membangun puluhan Unit Sekolah Baru (USB) pada tahun 2021 ini.
Joni Wali mengaku telah berupaya meminta bantuan kepada Pemerintah Provinsi Banten dengan menyampaikan proposal untuk pembangunan infrastruktur sekolah tersebut namun hingga saat ini belum ada respon dari dinas terkait.
“Ada banyak opsi yang bisa dilakukan jika pemerintah serius ingin memperhatikan siswa filial disini. Pertama bisa dengan membuat sekolah filial ini menjadi sekolah negeri mandiri yang berdiri sendiri. Kedua cukup membangunkan infrastruktur bangunan sebagai saran pembelajaran siswa dengan status kelas jauh yang masih menjadi filial di SMKN 7 Pandeglang,” terangnya.
Karena, sambung Joni Wali, point utamanya kita ingin menyelenggarakan proses pembelajaran pada peserta didik kelas jauh ini tanpa dihantui rasa tidak nyaman karena desakan sesuatu dan lain hal, menghindari kesalahpahaman antar tenaga pendidik di SMPN 3 Karang Tanjung serta menjaga hubungan yang selama ini telah tejalin agar terpelihara dengan baik.
“Atas kondisi ini, maka kami memohon kepada bapak Gubernur, bapak Wakil Gubernur dan bapak Kepala Dinas Pendidikan serta para pihak yang terkait bisa memberikan perhatian pada nasib ratusan siswa-siswi yang kini mulai menunjukkan semangatnya melanjutkan pendidikan. Kami khawatir amino mereka untuk bersekolah kembali hilang dengan berhenti begitu saja jika pihak SMP benar-benar tidak lagi memberi akses belajar di sekolahnya,” tandasnya penuh harap.
Dari informasi yang diperoleh, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten itu pernah melakukan feasibility Study (FS) pada lahan yang diusulkan pihak sekolah yaitu Kp. Cangkuang, Kec. Karang Tanjung itu pada tahun 2018 dan 2019 namun karena sempat bermasalah FS gagal dilanjutkan.
“Padahal lahan di Kp. Cangkuang yang kita usulkan itu termasuk strategis karena hanya berjarak 800 meter dari jalan nasional. Demikian juga, kedepannya siswa dari berbagai desa akan memperoleh akses lebih dekat untuk bersekolah disitu,” jelas sumber yang enggan disebutkan namanya.
Lalu pada 2020 pihak sekolah diminta kembali mencari lahan baru dengan pertimbangan lahan yang diusulkan bisa menyelamatkan dua sekolah yang membuka kelas jauh. “Akhirnya kita mengusulkan lokasi di desa Pasir Peuteuy Kec. Cadasari. Tapi ternyata pada 2020 itu tidak ada program atau anggaran untuk pengadaan lahan sekolah. Kemudian kita usulkan kembali pada tahun 2021, dari informasi yang kita dengar bahwa ploting-nya benar di Kecamatan Cadasari namun kegiatan FS-nya justru didesa lain dan bukan pada lahan yang kemarin kita usulkan. Sehingga dapat dipastikan FS atau bahkan USB disana tak mungkin bisa melayani akses pendidikan siswa disini, justru malah lebih baik memiliki tidak bersekolah. Karena lokasi yang terlalu jauh itu,” bebernya.
Ia menekankan agar Pemerintah Provinsi Banten bisa mendengar dan menindaklanjuti berbagai keluhan para siswa, orang tua siswa dan pengajar kelas jauh sekolah tersebut. ‘Mudah-mudahan minat belajar siswa yang telah menunjukkan peningkatan signifikan bisa didukung dengan perhatian konkret pemerintah melalui bantuan infrastruktur dan sarana prasarana pendidikan yang memadai,” imbunya. (adg)