LEBAK (MBN) – Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Lebak menanggapi soal aktivitas pembangunan pabrik kemasan oli PT Pasific Agung di Citeras Kabupaten Lebak, belum memiliki ijin namun sudah melakukan pembangunan. Pihaknya mengklaim telah melakukan peneguran untuk yang ke tiga kalinya dan meminta pernyataan kepada pihak pengelola pabrik tersebut.
Selain itu, pihaknya menegaskan jika masih ditemukan aktivitas pembangunan yang dilakukan oleh PT Pasific Agung, pihaknya mengaku akan melakukan eksekusi, pemberhentian, penyitaan barang- barang bahkan akan membongkar kembali bangunan tersebut.
“Ini yang terakhir, yang ke tiga kalinya kita kasih teguran. Jika teguran ke tiga ini masih dilanggar, kita eksekusi kita hentikan semua aktivitasnya, kita sita barang-barangnya kemudian bila perlu, jika menurut aturan harus dibongkar kita bongkar,”kata Kepala Satpol PP Lebak Dartim pada awak media di kantor Satpol PP Lebak. Rabu, (2/6/2021).
Menurut Dartim, setiap aktivitas kegiatan apapun di wilayah Kabupaten Lebak yang menurut aturan harus menempuh perijinan tentu semua pengusaha harus menempuh perijinan terlebih dahulu. Terlepas adanya polemik yang terjadi dilapangan, menurut persi pengembang itu bukan kewenangan Satpol PP.
“Katanya kami sudah begini, begitu, itu terserah mereka. Karena itu urusan pengusaha atau investornya bukan wilayah kami. Kami Satpol PP, setiap aktivitas kegiatan apapun di wilayah Kabupaten Lebak yang menurut aturan harus menempuh perijinan ya tempuh dulu perijinannya, itu yang kita pegang,” katanya.
Ketika ditanya terkait Satpol PP sudah memberikan beberapa kali teguran bahkan sudah dilakukan penyegelan sebanyak dua kali, namun pihak pengelola pabrik itu tetap melakukan pembangunan, kata Dartim, mengklaim bahwa pengawasan dilapangan anggotanya itu terbatas. Karena, anggota Satpol PP semua dilibatkan dalam berbagai kegiatan.
“Kan anggota terbatas, apalagi di situasi pademik ini anggota semua dilibatkan dalam berbagai kegiatan. Apa lagi kemarin menghadapi liburan pengamanan objek wisata, emang sedikit terabaikan, karena kita kekurangan personil. Namun setelah kita mendapatkan informasi lagi laporan bahwa mereka masih melanggar kita lakukan tindakan lagi dan ini yang terakhir,”katanya.
Ketika ditanya kembali soal sanksi karena telah dilakukan penyegelan hingga dua kali, namun pihak pengusaha itu tetap melakukan pembangunan, Dartim menjelaskan, mekanisme aturan penindakan Satpol PP itu ada dalam SOP turunan Permendagri 54 dan memiliki Perbup 6 tahun 2021.
“Betul di dalam Undang – Undang dalam PP bahwa Satpol PP itu penegak Perda, tapi kita punya SOP turunan dari Permendagri 54, yaitu kita punya Perbup 6 2021 standar prosedur penindakan terduga pelanggar Perda,” katanya.
“Artinya kita harus bersama – sama sinergi antara kita penegak Perda dengan OPD teknis yang mengetahui bagaimana hal- hal teknis yang harus mereka jelaskan kepada pengusaha, kita bersama- sama saling sinergi melakukan tindakan,” tambahnya.
Dan terkait jika adanya pengrusakan segel, lanjut Dartim, itu di atur dan ada sanksi pidananya. Kemudian, yang kedua, di Permendagri 54 standar operasional prosedur Satpol PP penindakan Satpol PP itu ada tiga kali.
“Setelah tiga kali jika mereka tetap tidak mengindahkan, baru kita eksekusi kalau juga tidak ditempuh perijinannya.Karena kita punya dua tindakan, dalam PP 17 itu, tindakan yustisial dan non yustisial.Tanpa dengan persidangan kita dapat melakukan eksekusi nanti dalam non yustisial itu,”katanya.
“Karena mekanisme untuk penyelidikan dan penyidikan suatu kasus pelanggaran Perda, itu kita punya PPNS kita melalui proses penindakan melalui penyidik PPNS yang kita miliki, namun pelaksanaannya tetap koordinasi dengan Polri selaku PPNS,”tambah Dartim.
Ketika ditanya kembali soal perlakuan oknum PT tersebut yang telah melakukan pembangunan di wilayah Lebak tanpa memiliki ijin apakah dirugikan atau tidak, kata Dartim, tentu daerah telah dirugikan. Karena disitu ada ketentuan terkait retribusi dan pajak yang harus masuk ke kas Daerah.
“Ya itu sangat dirugikan lah, investasi itu kan ada aturan dan ada syarat mereka. Wajib semua masyarakat boleh berusaha tapi dengan catatan harus menempuh dulu perijinannya. Tentunya harus ada retribusinya, ada pajak yang harus masuk ke kas daerah. Jika itu tidak ditempuh, jelas hak daerah itu terabaikan oleh investor,” tuntasnya.