PANDEGLANG, MitraBantenNews.com -Tingginya harga LPG 3 Kg yang bersubsidi, memang banyak dikeluhkan masyarakat, terutama konsumen yang merasa berhak. Mahalnya harga eceran konsumen ( consumer price ), selain disebabkan panjangnya mata rantai distribusi dan dugaan adanya Agen serta Pangkalan LPG yang sengaja “bermain nakal”, juga akibat masih banyaknya penggunaan gas mini ini dikalangan pelaku UMKM.
Para pengecer, yang mencoba mengais keuntungan dari gas melon, menjadi bagian mata rantai benang kusut tata kelola gas. Tingginya permintaan dan minimnya barang, kerap dimanfaatkan oleh semua pelaku di bisnis tabung hijau ini.
Hal yang terjadi di Desa Cipinang Kecamatan Angsana Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten, keberadaan tabung LPG 3 Kilogram seringkali terjadi kelangkaan, hal itu disebabkan keberadaan pangkalan (Sub Agen) diduga hanya sebagai pengecer (kios).
Menurut informasi dari warga setempat desa Cipinang, Tabung Subsidi kerap terjadi kelangkaan sehingga berdampak terhadap harga beli yang melebihi harga eceran tertinggi (HET) sesuai dengan keputusan pemerintah Pandeglang.
“Warga setempat juga mempertanyakan keberadaan pangkalan yang sebenarnya ada dimana secara plang terpampang di Desa Cipinang tapi secara pengelolaan di kelola di Desa lain,” tanya Warga
Selain itu warga menyampaikan bahwa harga LPG 3 Kilogram di kampungnya seringkali langka dan terjadi mahal mencapai harga 28 ribu sampai 30 ribu rupiah.
Hal tersebut dibenarkan oleh pemilik Warung sekaligus penjual Gas LPG 3 Kilogram kepada masyarakatnya, dirinya mengaku tidak mengetahui adanya pangkalan gas LPG 3 Kilogram di Desa Cipinang, sebab kata dia setiap belanja selalu keluar Desa, bahkan terkadang ke Kecamatan Munjul.
“Disini tidak ada pangkalan sebab itu saya belanja ke luar desa, saya baru tahu hari ini bahwa ternyata di desa Cipinang juga ada pangkalan, setahu saya bahwa saya sering belanja itu ke Pangkalan di Desa Sumur Laban kepada yang bernama Juheri dengan harga 23 ribu rupiah per tabung, dan sekarang sudah lama saya tidak dikasih jatah lagi jadi saya belanja kepada Dede yang lebih mahal dengan harga 24 ribu rupiah, jadi di masyarakat saya menjual terkadang sampai 28 ribu rupiah,” terang Muhammad pemilik warung.
Muhammad juga menyampaikan di Desa Cipinang Kecamatan Angsana ini sering langka tabung LPG sehingga berdampak terhadap harga jual di masyarakat.
Sementara itu, Adid, selaku Sub Agen (Pangkalan) tidak menampik bahwa dirinya menjual harga melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET) di desa Cipinang, menurutnya kata Adid untuk menyesuaikan harga jual pengecer (warung) lain yang berada di desa Cipinang
Sementara itu, hingga berita ini disiarkan awak media masih berusaha untuk mendapatkan keterangan dari pemilik Pangkalan yang berada di Desa Sumur Laban. (Hadi).