Oleh : Revanthi Euginia Daniswara*
Mitra Banten News | BANTEN – Reformasi 1998 di Indonesia merupakan tonggak sejarah penting dalam perjalanan Indonesia. Reformasi adalah tonggak penting yang menunjukkan kekuatan rakyat dalam memperjuangkan keadilan dan demokrasi. Namun, tantangan untuk mewujudkan cita-cita reformasi, seperti pemberantasan korupsi, keadilan sosial, dan pemerintahan yang bersih, masih membutuhkan kerja keras bersama terutama pemuda hingga saat ini.
Pemuda tampil sebagai kekuatan penggerak perubahan yang mendobrak dominasi rezim Orde Baru di tengah krisis ekonomi dan gejolak politik. Keberanian mereka turun ke jalan, menyuarakan aspirasi rakyat, dan menuntut keadilan menjadi simbol keberanian dan semangat perjuangan mereka. Namun, dua puluh tahun lebih setelah kejadian tersebut, tantangan yang dihadapi generasi muda saat ini telah berubah. Apakah ada semangat yang sama untuk mengatasi dan menjawab tantangan zaman?
Pentingnya peran pemuda selama Reformasi adalah melawan ketidakadilan yang sistematis. Mahasiswa memainkan peran utama dalam memobilisasi demonstrasi besar-besaran di berbagai kota. Mereka tidak hanya berjuang untuk menuntut Presiden Soeharto mundur, tetapi mereka juga membangun sistem demokrasi yang lebih jelas.
Kebebasan pers, penguatan peran masyarakat sipil, dan pemilihan umum yang lebih demokratis adalah beberapa perubahan besar yang dihasilkan oleh Reformasi 1998. Tanpa partisipasi aktif pemuda, semua ini tidak mungkin terwujud. Namun, peran pemuda tidak berhenti pada perubahan politik. Di tengah tantangan saat ini, mereka harus beradaptasi dengan lanskap yang lebih kompleks. Globalisasi, polarisasi politik, dan kemajuan teknologi menciptakan ruang baru yang membutuhkan berbagai jenis perjuangan. Jika pada tahun 1998 pemuda melawan kekuasaan otoriter secara langsung, hari ini mereka menghadapi musuh yang lebih kompleks, seperti disinformasi, korupsi yang beradaptasi, dan peningkatan ketidaksetaraan ekonomi.
Ironisnya, kebebasan yang diperjuangkan selama masa Reformasi malah membawa masalah baru. Misalnya, kebebasan berbicara sering disalahgunakan untuk menyebarkan hoaks dan ujaran kebencian. Media sosial, yang seharusnya memupuk solidaritas, justru menjadi arena perselisihan pendapat. Pemuda harus lebih kritis dan bertanggung jawab dalam menggunakan kebebasan mereka karena tantangan ini.
Selain itu, masalah sosial-ekonomi menjadi perhatian utama. Akibat fluktuasi ekonomi global dan dampak pandemi, generasi muda saat ini menghadapi ketidakpastian. Mereka harus mengatasi masalah dengan inovasi dan kreativitas, seperti disparitas digital, tingginya pengangguran, dan akses ke pendidikan. Pemuda harus mampu menciptakan solusi teknologi, membangun solidaritas komunitas, dan menghidupkan kembali semangat kolektif seperti saat Reformasi di tengah keterbatasan.
Peran pemuda di masa kini juga membutuhkan pendekatan yang inklusif. Reformasi 1998 mengajarkan pentingnya solidaritas lintas identitas, suku, agama, dan golongan. Pemuda harus belajar dari pengalaman tersebut untuk menghadapi tantangan berupa intoleransi dan diskriminasi yang masih membayangi kehidupan bangsa.
Reformasi 1998 membawa dampak besar bagi pemuda Indonesia, mengubah mereka mereka menjadi suatu penggerak utama dalam proses sosial dan politik. Dengan demikian, pemuda dapat berkontribusi secara signifikan dalam membangun masyarakat yang inklusif dan responsif serta mendorong terciptanya lingkungan yang mendukung demokrasi dan keadilan sosial. Melalui inisiatif-inisiatif ini, dapat memperkuat posisi mereka sebagai aktor kunci dalam menghadapi tantangan global dan lokal serta dalam menciptakan masa depan yang lebih cerah.
Semangat Reformasi yang berakar pada keberanian, solidaritas, dan perjuangan tanpa pamrih harus dipertahankan. Namun, saat ini perjuangan bukan hanya tentang turun ke jalan melainkan juga tentang menyuarakan keinginan melalui inovasi, pendidikan, dan kontribusi nyata di berbagai bidang. Akses informasi yang lebih luas, teknologi modern, dan kesempatan untuk bekerja sama di seluruh dunia adalah keuntungan bagi generasi muda. Semuanya harus digunakan untuk melanjutkan tujuan Reformasi, yaitu membuat Indonesia menjadi negara yang adil, demokratis, dan sejahtera.
Pemuda tetap menjadi harapan bangsa di tengah tantangan zaman. Jika masa Reformasi 1998 menunjukkan bahwa mereka mampu mengubah arah sejarah, maka masa kini menuntut mereka untuk mempertahankan warisan itu dan menjawab tantangan dengan cara yang lebih inovatif, inklusif, dan bertanggung jawab. Generasi muda atau pemuda bertanggung jawab atas masa depan Indonesia, dan sejarah Reformasi mengingatkan kita bahwa perubahan selalu dimulai dengan keberanian untuk bertindak.
*Revanthi Euginia Daniswara adalah mahasiswa Pengantar Ilmu Politik, Prodi Ilmu Komunikasi, FISIP Untirta